Senin, 14 Februari 2011

V-DAY, NO.!!!

Sobat muslim, jika langkahmu untuk mengagung-agungkan V-Day masih berlanjut, maka kita ingatkan, STOP. Sudah saatnya kita menyadari biar nggak terperosok lebih jauh terjun dalam dunia kemaksiatan. V-Day tidak lebih dari hari kasih sayang palsu yang dibungkus dengan hawa nafsu.
Dalam hal cinta dan kasih sayang, sebagai seorang muslim kita harus bisa membuat prioritas. Sehingga nggak salah penempatannya. Disangkanya cinta sama pacar itu masuk kategori cinta islamy, padahal jauuhhh banget alias nggak boleh ada dalam Islam. Demikian pula saking sayangnya kita pada harta benda milik kita, sampe kita nggak rela kehilangannya.
Padahal dalam Al-Qur’an, telah disampaikan :"Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kerabat-kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerusakannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu senangi lebih kau cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah: 24).
Pembahasan sebelumnya udah dijelaskan panjang lebar bahwa cinta nggak musti diwujudkan. Tapi kalo emang cinta mau diwujudkan, maka ikuti tata aturannya sesuai Islam. Sehingga cinta yang kita wujudkan benar-benar cinta berbalut ridhlo Allah. Bukan cinta liar.
Dalam beberapa nash-nash cinta itu disetarakan dengan keimanan. Misalnya, bagi seorang mukmin tidak dianggap beriman sebelum dia berhasil mencintai saudaranya laksana dia mencinta dirinya sendiri (HR Muslim). "Perumpamaan kasih sayang dan kelembutan seorang mukmin adalah laksana kesatuan tubuh; jika salah satu anggota tubuh terasa sakit, maka akan merasakan pula tubuh yang lainnya: tidak bisa tidur dan demam." (Bukhari dan Muslim).
Seorang Mukmin memiliki ikatan keimanan sehingga mereka menjadi laksana saudara (Al-Hujarat: 13), dan cinta yang meluap sering kali menjadikan seorang Mukmin lebih mendahulukan saudaranya daripada dirinya sendiri, sekalipun mereka berada dalam kesusahan (Al-Hasyr: 9).
Berikut ini akan kita ungkapkan betapa para sahabat Nabiullah Muhammad Saw, bisa memberikan contoh kepada kita bagaimana memprioritaskan cinta.
Muhammad bin Sirin berkata; Telah berbincang-bincang segolongan laki-laki di masa Umar ra., hingga seakan-akan mereka melebihkan Umar ra. atas Abu Bakar ra., kemudian hal itu sampai kepada Umar bin Khathab, dan ia berkata, “Demi Allah, satu malam dari Abu Bakar lebih utama daripada keluarga Umar. Rasulullah telah pergi menuju gua Tsur dan Abu Bakar bersamanya. Abu Bakar terkadang berjalan di depan beliau dan terkadang berjalan di belakang beliau. Hingga hal itu membuat Rasulullah penasaran, beliau pun berkata; Wahai Abu Bakar! Kenapa engkau terkadang berjalan di depanku dan terkadang di belakangku? Abu Bakar berkata; Jika aku ingat orang-orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu, dan jika aku ingat orang-orang yang mengintaimu, maka aku berjalan di depanmu. Rasulullah saw. bersabda; Wahai Abu Bakar! Apakah ada suatu perkara yang lebih engkau sukai menimpamu dan tidak menimpaku? Abu Bakar menjawab; Benar, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, jika ada suatu perkara yang tidak menyenangkan, maka aku lebih suka hal itu menimpaku dan tidak menimpamu. Ketika keduanya telah sampai di gua Tsur, Abu Bakar berkata; Tunggu sebentar di tempatmu wahai Rasulullah!, hingga aku membersihkan gua untukmu. Kemudian Abu Bakar pun masuk gua dan ia membersihkan (dari segala hal yang akan menggangu). Ketika ia ada di atas gua, ia ingat belum membersihkan sebuah lubang, kemudian ia berkata; Wahai Rasulullah, tetap ditempatmu!, aku akan membersihkan sebuah lubang. Maka ia pun masuk gua dan membersihkan lubang itu. Kemudian berkata; silakan istirahat wahai Rasulullah saw., Maka Rasul pun beristirahat.” Umar berkata, “Demi Allah, sungguh malam itu lebih utama dari pada keluarga Umar.” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak.)
Tentang cinta dan kasih sayang kita juga bisa meneladani Abdullah bin Amir. Dengan harga sembilan puluh ribu dirham, beliau membeli rumah milik Khalid bin ‘Uqbah yang berada di dekat pasar. Pada malam harinya, Abdullah mendengar suara tangis keluarga Khalid. Ia pun bertanya, kepada salah satu pelayan rumahnya, “Mengapa mereka menangis?” “Mereka menangis karena mereka harus meninggalkan rumah yang telah tuan beli siang tadi,” jawab si pelayan.
Mendengar penjelasan itu, Abdullah bin Amir berkata, “Pelayan, katakan kepada mereka bahwa uang harga rumah yang telah mereka terima beserta rumah itu menjadi milik mereka semua.”
Subhanallah, Abdullah bin Amir bin Kuraiz adalah salah satu dermawan kota Baghdad yang telah memberikan teladan kepada kita, betapa rasa peduli dengan nasib sesama membuatnya rela mengeluarkan hartanya. Sikap yang amat jarang bisa kita temukan saat ini. Kepengen juga kayak beliau.
Rasulullah saw. pun memberikan teladan bagus kepada kita bagaimana mencintai orang lain dengan tidak pandang bulu. Siapa pun ia, Rasulullah memberikan perhatian, kepedulian, dan tentu cintanya. Ada kisah menarik yang bisa kita simak. Diriwayatkan Abu Hurayrah (Nailul Awthar, 4: 90): “Ada seorang perempuan hitam yang pekerjaannya menyapu masjid. Pada suatu hari, Nabi saw. tidak menemukan perempuan itu. Nabi saw. menanyakan ihwalnya. Para sahabat mengatakan bahwa ia telah mati. Ketika Nabi menegur mereka kenapa tidak diberitahu, para sahabat mengatakan bahwa perempuan itu hanya orang kecil saja. Kata Nabi saw., “Tunjukkan aku kuburannya.” Di atas kuburan itu Nabi melakukan shalat untuknya.”
Subhanallah, sungguh mulia sekali Nabi kita. Ia memberikan teladan yang amat bagus bagi hidup kita. Dalam kesehariannya, Rasul sangat menghormati para sahabatnya. Ambil contoh, suatu hari Abdullah al-Banjaliy tidak kebagian tempat duduk saat menghadiri majlis Rasulullah. Mengetahui hal itu, Rasul lalu mencopot gamisnya dan mempersilakan sahabatnya itu untuk duduk. Tapi Abdullah al-Banjaliy tidak mendudukinya, malah mencium baju Rasulullah dengan air mata yang berlinang, “Ya Rasulullah, semoga Allah memuliakanmu, sebagaimana Anda telah memuliakanku,” komentar Abdullah.
Contoh kemulian beliau Saw, pun masih cukup panjang. Adalah ‘Abdullah bin Ubay, tokoh munafik yang telah lama dijagokan oleh kabilah-kabilah Yahudi sebagai pemimpin masa depan kota Madinah, merasa tersingkir, dan harapannya untuk memperoleh tampuk kepemimpinan di Madinah mulai terkikis. Oleh karena itu, ketidaksukaannya terhadap Nabi saw. amat besar. Hanya saja, status sosialnya yang tinggi mencegahnya untuk bersikap frontal. Jadilah ia pelopor bagi kaum munafik. Di depan Rasulullah saw. dia berpura-pura Islam, tetapi di belakangnya dia sangat membenci beliau. ‘Abdullah bin Ubay bahkan sampai pernah bersumpah, “Demi Allah, apabila aku kembali ke Madinah, tentu orang yang paling mulia (yakni dia sendiri-pen.) akan segera mengusir orang yang paling hina (yakni Muhammad saw.-pen.).” (Tafsir Ibn Katsir, jld. IV, hlm. 444).
Ucapan tersebut, yang nyata-nyata menghina Nabi saw., kemudian tersebar dan didengar oleh para sahabat, hingga ‘Umar bin al-Khaththab dan Usaid bin Hudhair meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk membunuh ‘Abdullah bin Ubay. Beliau menenangkan sahabatnya itu seraya berkata, “Apa nanti kata orang-orang bila aku mengizinkan kalian untuk membunuhnya. Mereka tentu akan berkata, ‘Muhammad telah membunuh sahabat-sahabatnya.’”
Ucapan ‘Abdullah bin Ubay serta reaksi para sahabat juga didengar oleh anaknya, ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay. Lalu, ia mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, telah sampai kepadaku (berita) bahwa engkau hendak membunuh ‘Abdullah bin Ubay karena pernyataannya (yang menghinamu). Jika engkau telah memutuskan untuk melakukannya, lebih baik perintahkanlah aku untuk membawa kepalanya kepadamu. Demi Allah, orang-orang Khazraj mengetahui bahwa tidak ada seorang anak yang jauh lebih berbakti kepada ayahnya selain diriku. Aku khawatir, engkau malah menyuruh orang lain untuk membunuhnya, lalu aku tidak bisa menahan diri melihat orang tersebut (bebas) berkeliaran hingga aku membunuhnya pula. Sebab, jika begitu, berarti aku akan membunuh seorang Muslim hanya untuk membalas dendan atas kematian seorang kafir. Dengan tindakan tersebut aku pasti masuk neraka. (Ibidem, hlm. 447).
Rasul menjawab, “Aku tidak akan membunuhnya sekarang. Aku hanya berusaha berbuat baik terhadap dirinya dan bersikap bijaksana selama ia masih berada di tengah-tengah kita.”
Adakah pemuda Muslim saat ini yang kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kecintaannya terhadap kesenangan dunia dan pembelaannya terhadap Allah dan Rasul-Nya melebihi pembelaannya terhadap keluarganya—sebagaimana ‘Abdullah putra dari gembong munafik?
Adakalanya kita sulit menentukan pilihan, bahkan sekadar membuat urutan prioritas sekali pun. Bener, kita kadang bingung kalo disodorkan berbagai pilihan yang kudu diambil salah satu. Apalagi semua pilihan itu memikat. Rasanya sayang kalo sampe nggak diambil. Tapi, dalam kondisi tertentu kita dituntut untuk bisa menentukan prioritas cinta kita. Untuk apa dan kepada siapa. Siap kan?
Dari semua cinta yang kita miliki, pastikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menempati daftar utama dalam kehidupan kita. Yang lainnya; cinta harta, kendaraan, jabatan, status sosial, tempat tinggal, perusahaan, barang dagangan, bahkan cinta kita kepada keluarga, dan suami atau istri (bagi yang udah punya he..he..) harus rela untuk ‘dikesampingkan’. Allah Swt. berfirman: “Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (At-Taubah: 24)
Untuk masalah ini, Rasulullah pantas dan layak menjadi teladan kita. Maka jangan heran jika Aisyah ra. bercerita tentang Rasulullah saw. setelah didesak oleh Abdullah bin Umar. Apa yang diceritakan Ummul Mukminin? Beliau menceritakan sepotong kisah bersama Rasulullah saw. (Tafsir Ibnu Katsir, I: 1441):
“Pada suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, “Ya, Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Rabbku.” Aku berkata, “Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku senang melihatmu beribadah kepada Rabbmu.”Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis. Kemudian dia duduk membaca al-Quran, juga sambil menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya, ketika dia berbaring, air matanya mengalir lewat pipinya mambasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilal datang dan masih melihat Nabi saw. menangis,”Mengapa Anda menangis, padahal Allah ampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang kemudian?” tanya Bilal. “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun ayat Ali Imran 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.”
Memang, adakalanya kita sulit banget menentukan pilihan utama di antara sekian pilihan yang semuanya bagus bagi kita. Tapi, di sinilah jiwa berkorban kita diuji. Apakah kita lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya, atau memilih mencintai yang lain?
Sobat muslim, para sahabat Rasulullah juga memberikan teladan bagus buat kita. Khalid bin Walid salah satunya, beliau sampe berkomentar begini, “Malam yang dingin saat memimpin pasukan dalam sebuah ekspedisi untuk menghancurkan musuh-musuh Allah, lebih aku sukai ketimbang mendapatkan seorang bayi laki-laki yang baru lahir.” Subhanallah, Allahu Akbar, bukankah itu pelajaran yang amat berharga bagi kita tentang prioritas cinta?
Di Jalur Gaza, saat tulisan ini dibuat, Sabtu, 28 Desember 2008 M, entitas Yahudi membombardir sejumlah kawasan di Jalur Gaza dengan pesawat-pesawat tempurnya secara brutal secara terus-menerus dan kadangkala secara sporadis. Warga Gaza menghadapi serangan itu hanya dengan dada-dada mereka, dengan sikap kepahlawanan yang sulit dicari tandingannya. Mereka ’menyabung nyawa’ mereka dengan senang hati; ada yang menjadi syahid, sementara ratusan lainnya terluka. Itulah gambaran para pemuda-pemudi yang lebih memilih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengobarkan semangat jihad perlawan terhadap Israel, sang musuh Allah.
Di Uzbekistan, saudara kita, para pengemban dakwah di sana, lebih memilih berhadapan dengan diktator Islam Karimov, ketimbang ‘serah bongkokan’ alias mengalah kepada pemimpin jahat dan bengis itu. Banyak para pengemban dakwah yang kebanyakan para pemuda dikejar, ditangkap, dipenjara, dan tak sedikit yang kemudian dibunuh. Penjaranya nggak tanggung-tanggung, sobat. Penjara itu berada di suatu pulau di tengah laut Aral.
Sobat muslim, jika kita harus memilih cinta, pilihlah yang utama, yakni cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Boleh kok kita mencintai yang lainnya, asal jangan melupakan Allah dan Rasul-Nya. Yuk, mulai sekarang kita belajar untuk mencintai Allah, Rasul-Nya, dan Islam dengan sepenuh hati kita. Insya Allah kita bisa kok. Yakin deh.
Sebagai penutup sekaligus renungan bagi para pemuja V-Day dan pelaku pacaran, dalam sebagian riwayat hadits Samurah bin Jundab yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi Saw. bersabda: “Semalam aku bermimpi didatangi dua orang. Lalu keduanya membawaku keluar, maka aku pun pergi bersama mereka, hingga tiba di sebuah bangunan yang menyerupai tungku api, bagian atas sempit dan bagian bawahnya luas. Di bawahnya dinyalakan api. Di dalam tungku itu ada orang-orang (yang terdiri dari) laki-laki dan wanita yang telanjang. Jika api dinyalakan, maka mereka naik ke atas hingga hampir mereka keluar. Jika api dipadamkan, mereka kembali masuk ke dalam tungku. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu?’ Keduanya menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berzina.” Ih, naudzubillahi min dzalik.

1 komentar:

masthoyib mengatakan...

Setelah lewat masa penjurian, saya baru komentar, biar fair. Blog anda waktu penjurian bermasalah, karena "kata kunci". Semoga tidak pernah menyerah...Oke

Posting Komentar